6 Mar 2013

Perspektif Seorang Insinyur

Jany Augustin adalah salah satu anggota Unit Rekayasa Keselamatan Jalan (URKJ) dan juga konsultan Prakarsa Infrastruktur Indonesia (IndII) yang didanai AusAID. Tim URKJ yang dibentuk pada 2009 ini beranggotakan 10 orang konsultan, lima dari IndII dan lima dari Direktorat Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum.
Pada tahun 2009 Jany pensiun dari posisinya terakhir sebagai Kasubdit Teknik Lingkungan dan Keselamatan Jalan di Kementerian Pekerjaan Umum. Selanjutnya ia bekerja sebagai konsultan IndII di bidang keselamatan jalan.
Dalam wawancara dengan Prakarsa, Jany memaparkan kegiatan, pencapaian dan rencana-rencana URKJ.
IndII: Apa sasaran URKJ? Jany: Memastikan agar keselamatan jalan menjadi pertimbangan dalam penyelenggaraan jalan, mulai dari pemeliharaan, pelebaran atau penambahan kapasitas, sampai pembangunan jalan baru.
Apa saja aktivitas URKJ selama ini? Kami membantu Sub Direktorat Teknik Lingkungan dan Keselamatan Jalan untuk melakukan audit keselamatan, melakukan investigasi blackspot. (Blackspot adalah bagian jalan, di mana banyak terjadi kecelakaan). Dan, yang lebih penting lagi, memberi pelatihan penyelenggaraan jalan kepada rekan-rekan di Dirjen Bina Marga, mulai dari level perencanaan, pembangunan jalan, sampai pengoperasian jalan. Investigasi blackspot, misalnya, dilakukan untuk jalan yang sudah beroperasi.
Anda menyebut audit, investigasi, dan pelatihan. Dari ketiga kegiatan tersebut, mana yang paling banyak menyita perhatian URKJ sampai saat ini? Yang paling banyak menyita waktu tentunya audit dan investigasi blackspot. Namun dari segi prioritas, yang paling dibutuhkan adalah pelatihan, karena kami harus menanamkan kesadaran akan pentingnya jalan yang berkeselamatan.
Pada mulanya banyak rekan yang berpikir bahwa untuk pemenuhan penyediaan jalan yang bagus saja Indonesia masih terseok-seok, kok kita sudah memikirkan standar keselamatan? Seharusnya kita tidak boleh berpikir begitu. Sudah tugas kita menyediakan infrastruktur yang berkeselamatan, bukan hanya untuk mengurangi kecelakaan, tapi juga untuk mengurangi luka berat dan kematian akibat kecelakaan tersebut.
Sekalipun tidak berhasil mengurangi jumlah kecelakaan, kita bisa mengurangi kematian yang diakibatkannya. Jadi meskipun kecelakaan tetap terjadi, jangan sampai korban meninggal, atau luka berat, atau bahkan luka ringan. Kalau mungkin, kecelakaan hanya menyebabkan kerusakan mobil saja.
Saat ini timing-nya sudah tepat sekali untuk menjalankan inisiatif keselamatan jalan ini, karena UU No. 22 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sudah dikeluarkan tahun 2009. PBB juga baru-baru ini mendeklarasikan Decade of Action [DOA] for Road Safety. Sejalan dengan hal ini, pada tanggal 20 Juni kemarin Wakil Presiden Budiono mencanangkan Decade of Action Indonesia. Dalam rangka pencanangan itu, IndII membantu Bapennas, yang berfungsi sebagai koordinator, untuk merancang masterplan tentang keselamatan jalan di Indonesia.
Bagaimana caranya agar jumlah kematian akibat kecelakaan bisa dikurangi? Dengan mengikutsertakan semua pemangku kepentingan dari PU atau Bina Marga, Departemen Perhubungan, Kepolisian, Departemen Kesehatan, industri automotif. Semua harus bekerjasama, sebab kalau tidak, semua upaya akan sia-sia. Semua ini dituangkan dalam Rencana Umum Nasional Keselamatan Jalan [RUNKJ] yang diluncurkan dalam deklarasi DOA itu.
RUNKJ ini mencakup berbagai aspek, mulai dari bagaimana Bina Marga dapat menyelenggarakan infrastruktur yang berkeselamatan, bagaimana menciptakan kendaraan yang berkeselamatan, dan bagaimana melakukan penanganan pasca-kecelakaan. Ada yang mengatakan, kematian bisa dikurangi 50 persen dengan post-crash response yang tepat. Di bidang kesehatan ada istilah golden hour. Setelah terjadi kecelakaan, jika ditangani dengan cepat dan tepat, korban lebih berpeluang diselamatkan. Misalnya, dengan kedatangan ambulans tepat waktu.
Pihak kesehatan - ketika kami tanya apa yang dibutuhkan untuk peningkatan standar post-crash response mengatakan yang paling penting adalah adanya jalur bahu jalan yang selalu terbuka dengan kondisi yang bagus, sehingga ambulans setiap saat dapat menggunakannya tanpa hambatan.
Contoh dari segi pemeliharaan jalan: Biasanya kalau seluruh jalan berlubang, pengendara kendaraan bermotor berhati-hati ketika melewatinya. Namun jika hanya ada satu atau dua lubang di satu ruas jalan yang panjang dan mulus, pengendara motor biasanya menghindar. Mereka akan mengambil jalur kanan dengan tiba-tiba. Di jalan raya dua arah, ini bisa menyebabkan tabrakan dengan kendaraan dari arah berlawanan. Tugas kita adalah memastikan tidak ada lubang di jalan yang dapat menyebabkan kejadian seperti ini.
Siapa saja yang menerima pelatihan URKJ? Para penyelenggara jalan, termasuk teman-teman di Direktorat Jenderal dan di kantor-kantor Bina Marga di daerah. Di daerah disebut balai (pusat). Setiap balai biasanya terdiri dari dua atau tiga provinsi.
Yang kami latih hanya pelaksana saja, karena tingkatan dirjen atau direktur terlalu tinggi. Namun kami juga menyerahkan materi dan saran-saran kepada para pejabat ini. Kami berharap mereka membahasnya agar lebih memahami persoalan-persoalan keamanan jalan.
Sebenarnya kami berharap adanya komitmen dari para pejabat. Jika Dirjen, direktur hingga para pelaksana, baik pelaksana perencanaan, pelaksana konstruksi di lapangan, atau pelaksanaan pemeliharaan, sudah memiliki komitmen, maka pelaksanaannya bisa lebih cepat tersosialisasi. Komitmen sudah ada, tapi kami mengharapkan adanya komitmen yang lebih besar lagi.
Bagaimana kemajuan yang dicapai saat ini? Dulu ketika kami mengadakan pelatihan pertama kali, dari ekspresi wajah para peserta dan pertanyaan yang mereka ajukan, saya tahu mereka merasa skeptis. Saat itu banyak yang mempertanyakan pentingnya training tersebut, karena bagi mereka keselamatan itu barang mewah.
Sekarang sebaliknya, kami malah diundang untuk memberikan pelatihan, bahkan beberapa peserta rela menanggung biaya sendiri, seperti yang baru-baru ini dilakukan oleh Dinas Bina Marga Semarang, dan juga sebentar lagi diadakan oleh balai di Ambon. Dulu kami yang menanggung biayanya. Ini suatu kemajuan sejak kami mulai menanamkan kesadaran tentang keselamatan jalan pada 2008.
Kami juga mulai diundang untuk melakukan audit, padahal sebelumnya mereka tidak bersedia jika ada pihak yang mengaudit.
Kemajuan ini terutama terlihat tiga sampai empat bulan belakangan ini. Hal ini mungkin terjadi setelah adanya pencanangan Decade of Action, tapi saya kira usaha kami yang sangat konsisten dan aktif mendiseminasi keselamatan jalan ini telah berbuahkan hasil yang positif.
Sudah berapa banyak daerah yang dilatih? Kami (IndII) sudah menyelenggarakan sembilan pelatihan besar di balai. Di luar itu, kami juga memberikan latihan yang lebih kecil di Dinas Bina Marga di kota-kota tertentu untuk meningkatkan kesadaran akan keselamatan jalan.
Bisa diceritakan sejarah berdirinya URKJ? Pada awalnya, Australia menawarkan bantuan untuk melakukan studi tentang keselamatan jalan yang dilakukan oleh Eric Howards. Hal ini menyedot perhatian akan pentingnya meningkatkan kemampuan para penyelenggara jalan di Indonesia.
Semula IndII, melalui Philip Jordan, memberikan training terhadap anggota URKJ, yang tidak hanya terbatas di kantor tapi juga di lapangan, di lokasi-lokasi seperti Palembang, Jambi, Medan dan Bandung. Dengan praktik inilah, kami lebih cepat meresap ilmunya.
Kenapa URKJ dibutuhkan? Infrastruktur yang tidak layak berpeluang menyebabkan kecelakaan dan kematian akibat kecelakaan. Sementara itu, meskipun UU tentang jalan menyebutkan bahwa kita harus menyediakan infrastruktur yang berkeselamatan, pada kenyataannya keselamatan belum menjadi bagian tak terpisahkan dari perencanaan dan pelaksanaan jalan.
Mungkin sebelumnya pemerintah belum menganggap keselamatan jalan sebagai prioritas. Meskipun standar perencanaan jalan yang ada sudah mempertimbangkan keselamatan jalan, standar tersebut masih sangat minimum, dan hanya dipenuhi bila tidak membuat biaya bengkak. Kebanyakan standar bahkan sudah kedaluwarsa dan tidak mengikuti pemikiran terbaru.
Dulu pernah Puslitbang (Pusat Penelitian dan Pengembangan) Jalan dan Jembatan di bawah PU mengeluarkan manual komplit mengenai audit keselamatan jalan, yang diterjemahkan dari Austroad [Asosiasi perhubungan darat dan otoritas lalu lintas Australia dan Selandia Baru]. Tapi referensi yang digunakan dalam manual itu sudah ketinggalan, dan Austroad sendiri sudah memperbaharuinya.
Dan itu hanya menyangkut prosedur audit. Berdasarkan penelitian yg dilakukan Australia, ada beberapa perlengkapan yang digunakan di jalan-jalan di Indonesia, misalnya guard rail [pembatas], yang tidak memenuhi standar keselamatan.
Di Australia, berlaku ketentuan bahwa standar keselamatan harus ditinjau kembali setiap lima tahun, atau lebih awal jika dirasa penting. Sebetulnya, ketentuan untuk meninjau ulang standar keselamatan setiap lima tahun itu berlaku juga di Indonesia, hanya tidak pernah diterapkan. Akibatnya, standar tidak pernah diperbarui.
Sekarang sudah terlihat ada niat untuk meninjau kembali berbagai standar yang ada, namun tinjauan kembali ini belum dirumuskan. Juga belum komprehensif, hanya memperhatikan satu atau dua butir saja. Itu sebabnya IndII telah dimintai bantuan untuk mempercepat proses ini.
Selama ini apa tantangan utama URKJ? Semula rencana kami adalah melakukan Training of Trainers (TOT) di tingkat balai atau propinsi. Para pelatih inilah yang kemudian melakukan transfer pengetahuan di daerah masing-masing.
Ternyata tidak semudah itu. Memang kami telah berhasil membangun kesadaran akan pentingnya keselamatan jalan, tapi ketika kesadaran itu perlu diterjemahkan dalam tindakan yang konkrit - seperti melakukan investigasi daerah blackspot atau mengubah desain jalan agar lebih berkeselamatan - ternyata kami berhadapan dengan kendala sumber daya manusia.
Saat ini hanya ada 10 orang ahli rekayasa keselamatan jalan untuk seluruh Indonesia. Jadi jelas ada kebutuhan akan sumber daya manusia. Idealnya, di satu propinsi paling tidak ada dua atau tiga orang ahli rekayasa. Dan itu pun hanya untuk jalan nasional, yang jumlahnya hanya 10 persen dari seluruh jalan di Indonesia.
Untuk bisa melakukan audit atau investigasi blackspot dibutuhkan pengalaman. Cukup sulit mendiagnosis apa penyebab kecelakaan dan memberi rekomendasi untuk mengatasinya. Itu sebabnya kami terus meningkatkan kemampuan dan kapabilitas SDM.
Memang perjalanan kami masih jauh sekali.
Apa pencapaian URKJ sampai saat ini? Kami telah berhasil meningkatkan kesadaran akan keselamatan jalan, dan melakukan audit dan investigasi blackspot. Sampai kini kami telah melakukan investigasi terhadap sekitar 70 lokasi, dan kami telah menyerahkan hasilnya kepada Dinas Bina Marga untuk ditindaklanjuti.
Apakah rekomendasi URKJ selalu ditindaklanjuti oleh pihak Bina Marga? Sebagian sudah, sebagian belum.
Dari sekian banyak blackspot, apakah telah diidentifikasikan persoalan-persoalan yang mirip atau serupa? Dari rekomendari kami, jelas bahwa rambu dan marka jalan menempati prioritas yang paling tinggi. Hampir dapat dikatakan, di setiap hasil audit dan investigasi blackspot, pasti ada masalah rambu dan marka, entah itu kurang, hilang, tidak ada, salah penempatan, atau terhalang pohon.
Penempatan rambu dan marka jalan berada di bawah wewenang Perhubungan, apakah biasanya rekomendasi URKJ kemudian ditindaklanjuti oleh pihak Perhubungan? Hal ini bisa bermasalah karena Kementerian Perhubungan tidak mempunyai dana untuk menempatkan rambu dan marka. Di sisi lain Bina Marga mempunyai dana tapi tidak memiliki otoritas. Kami berharap dapat mengatasi hal ini dengan menyediakan pelatihan, agar masalah ini dapat terselesaikan
Apa rencana URKJ? Kami akan terus melakukan workshop dan training. Baru-baru ini IndII melaksanakan workshop perihal keselamatan di lapangan (safety in worksite) pada saat berlangsungnya konstruksi di Denpasar dan Makasar.
Meningkatkan kesadaran Bina Marga di provinsi dan balai saja tidak cukup. Pihak konsultan perencana seharusnya punya kemampuan untuk mendesain jalan yang berkeselamatan, begitu juga konsultan pelaksana harus dapat membangun jalan yang berkeselamatan. Maka kami juga berniat untuk melatih para designer dan pengawas di lapangan. Artinya konsultan dan kontraktor Bina Marga dari manajer proyek sampai konsultan pengawas semua harus punya kesadaran berkeselamatan.
Rencana kami membutuhkan lebih banyak pelatihan lagi. Ini pekerjaan rumah yang sedang kami garap.
Bagaimana Anda bisa terjun ke bidang keselamatan jalan? Saya lulus dari Teknik Sipil Universitas Parahyangan, Bandung, tahun 1978, dan sebulan sebelum lulus telah bekerja di Departemen Pekerjaan Umum. Tahun 1984 saya melanjutkan studi S2 di bidang Traffic Engineering di Institut Teknologi Bandung.
Tahun 2001 saya diangkat menjadi Kasubdit Teknik Lingkungan di Bina Marga. Pada 2004 keselamatan jalan dimasukkan dalam tugas pokok dan fungsi Kasubdit Teknik Lingkungan. Sejak itu saya mulai berpikir, bagaimana kita dapat menggalakkan keselamatan lingkungan. Kebetulan latar belakang saya adalah traffic engineering yang sejalan dengan road safety.
Pada tahun 2004 kami mulai mencari cara untuk meningkatkan keselamatan jalan. Tahun 2006 kami dilatih oleh Philip Jordan atas tanggungan Bank Dunia. Kebetulan dua tahun kemudian IndII masuk ke bidang ini. Sejak IndII mulai memberi bantuan, program di bidang keselamatan jalan ini berjalan lebih cepat.
Tahun 2009 saya pensiun dari Bina Marga, dan selanjutnya bekerja sebagai konsultan di IndII. Sekarang saya bisa lebih fokus ke bidang keselamatan jalan. Sebelumnya, segala macam topik ada di meja saya, karena Subdit Lingkungan mencakup beberapa isu di luar teknik jalan mulai dari masalah AMDAL, trafficking hingga HIV/AIDS.
Apa reaksi kebanyakan orang melihat Anda, seorang perempuan, di bidang yang saat ini cenderung dikuasai pria? Sebenarnya URKJ sendiri setengahnya terdiri dari perempuan, termasuk yang dari Bina Marga. Kaget mungkin tidak, tapi ada beberapa yang heran, kok begitu banyak perempuan di tim ini.
Kenapa bisa begitu? Karena road safety kan dimasukkan dalam subdit teknik lingkungan. Dari dulu memang banyak perempuan di situ. Dulu staf saya sebagian besar perempuan.
Apa memang karier bidang rekayasa keselamatan jalan ini cocok untuk perempuan? Saya selalu menganjurkan pegawai negeri sipil baru untuk masuk ke road safety. Dari pengalaman saya melihat memang bidang ini cocok untuk perempuan. Road safety itu gabungan antara teknik dan seni. Dibutuhkan dua kemampuan ini untuk bisa menjadi road safety engineer. Saat menginvestigasi blackspot kita seperti dokter, mendiagnosis apa yg salah, kenapa terjadi kecelakaan bertubi-tubi di situ. Meskipun ada standar dan panduan, tidak ada formula yang pasti. Tidak ada jawaban yang paling benar. Semuanya berdasarkan pengalaman dan penilaian kita.
Apa saran Anda untuk seseorang yang ingin berkarier di bidang road safety engineering? Saya kira bidang ini terbuka untuk siapa saja. Di Dirjen Perhubungan Darat, di Kepolisian, selalu ada kebutuhan akan pengetahuan tentang road safety engineering.
Tapi yang pasti, perlu latar belakang engineering. Meskipun untuk menjadi tim audit, seseorang bisa berbekal ilmu apa saja, paling tidak di Indonesia saat ini dibutuhkan sisi engineering-nya. Dan untuk berkarier di bidang ini tidak perlu masuk PU, bisa juga lewat sektor swasta seperti saya. Indonesia masih membutuhkan banyak insinyur road safety, karena jalan nasional di bawah Bina Marga saja, yang hanya sepersepuluh dari total jalan di Indonesia, masih belum bisa ditangani. Apalagi kalau ditambah jalan provinsi dan kabupaten.
Pewawancara dan penulis: Devi Asmarani.
website: http://www.indii.co.id/ind/interview-jany-agustin.php

Tidak ada komentar: